Minggu, 20 September 2015

BERLABUH JUGA PUISIKU DI PIKIRAN RAKYAT





Dari sejak bulan Februaril 2015 aku sudah mengirim puisi ke Harian Pikiran Rakyat Bandung. Sebulan tak ada berita, kukirim lagi puisi, sebulan lagi kukirim lagi. Beberapa bulan tak ada berita (barangkali 4 bulan lebih), aku mulai melupakan peluang puisi-puisi tersebut akan muncul di Koran Pikiran Rakyat. Tapi ternyata, Redaktur Pikiran Rakyat bukan manusia pelupa, bukan manusia pilih kasih. Mereka masih mengarsipkan puisiku dengan baik, mereka juga melakukan kurasi puisi dengan telaten. Kemarin Siang tanggal 20 September 2015, teman-teman di grup Sastra Minggu menginfokan, Bang Syafrizal Sahrun juga mengabarkan. Dan benar saja, ketika aku login ke epaper Pikiran Rakyat Bandung, terpampang satu puisiku berjudul PRABU LALU PRABU LALANG PRABU DATANG. Puisi itu merupakan satu dari beberapa puisi yang kukirim pada Email kedua kali. Inilah Puisiku tersebut


PRABU LALU PRABU LALANG PRABU DATANG

 abadikah negeri?

(Dari baginda, maharaja, duli Tuanku sampai yang Mulia tersebut Agung Prabu)
Engkaukah  itu tuan berkunjung dengan abadi tanda masa lalu?
bual  jelata, memutar bundar kemudi pinisi bernyayi mengabulkan janji
berlayar malam hari dengan didong lagak lagu, berharap pagi tiba di pulau tepi.
padahal janggutmu malam tiap malam masih berahikan darah berguci-guci
Perempuan mana yang tak kau timang, mertua mana  tak kau beli,  bual laksamana berbudi. hulubalangmu menghardik kami.
Katamu kami sudah beranjak dari derajat kelasi
Ooo, prabu, upeti mana  yang mesti kami janjikan lagi, kesabaran apa yang harus kuikhlaskan.  lautan panjang kami pandang,  dimana  cakrawala memanggul semangat?
terlanjur kami setia, berpantang marah karena mahkotamu engkau Prabu.
tapi mestikah kami mendusta  dahaga, mengingkari lapar, mengaminkan bekal tak di sini
memasung raung-raung dalam timbul tenggelam buih. Gelap gulita sesunggukan.
bukankah janjimu, kami bergilir makan malam denganmu  prabu  baik hati?
tapi perempuanmu  bergantian bunting muda, bergantian kenyang di buritan. bilangan  kami mengerdil. jauh menjamah kemudi. Ladang, jagung, pepohonan dan kenari kau pundi-pundi
alasanmu  bekal kita nanti di musim menggadai.
Prabu, penanggalan ke berapa kita sepakat berbagi?
Sudahlah berjanji.

                        Medan 13 Agustus 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar