Minggu, 23 Oktober 2016

PUISI DI BANJARMASIN POS 23 OKTOBER 2016




Sebutlah aku si penggerutu atau manusia skeptis sebab penuh tanya dan komentar sinis. Tapi aku cinta bangsa ini., Tak ingin rakyat dan tanah air ini menjadi permainan segelintir orang. Apalagi orang-orang yang bertampang pahlawan atau pendekar ternyata bertindak pemangsa. 

Tapi aku bukan pula pendekar yang siap bertarung fisik dengan orang-orang yang penuh anasir jahat itu. Hanya mampu kukabarkan lewat puisi sebagaimana dua puisiku yang terbit di Banjarmasin Post pada Hari Minggu tanggal 23 Oktober 2016.

Seorang Muhammad Daffa yang sudah rajin menulis puisi di Banjarbaru Kalimantan Selatan menelisikkku di FB, hal apa gerangan yang tersirat di belakang puisi itu. Sebenarnya dua puisi ini cukup gamblang. Hanya kupoles dalam metafor, frasa dan diksi. Temanya sesuai dengan judul " ADA KOTA YANG LAHIR SUNGSANG" dan "MENUNGGU NABI DI TRAFFIC LIGHT". Ku yakin pasti banyak orang yang punya pengalaman menakutkan di kota besar. Banyak orang telah menyaksikan aneka adegan setelah Traffic Light, baik yang terang-terangan maupun sembunyi-
sembunyi.

Minggu, 16 Oktober 2016

PUISIKU TERMASUK DALAM 100 PUISI PILIHAN SAIL CIMANUK



Selain mengirim puisi ke media cetak dan online, maka turut serta dalam Lomba Cipta puisi adalah upaya lainku untuk mengasah kemampuan mencipta puisi. Ya, mencipta puisi dengan tema tertentu yang ditetapkan panitia. Telah kuikuti beberapa Lomba baik yang berhadiah uang dan piala ataupun hanya seleksi dalam rangka Penerbitan Antologi Puisi.

Kali ini saya mengikuti  Lomba Cipta Puisi Sail Cimanuk yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Indramayu. Tema Lomba adalah "Sungai Cimanuk Sebagai Sumber Kehidupan". Adapun Dewan Juri antara lain Hamdi Salad, Kijoen dan Raudal Tanjung Banua. Nama-nama yang cukup familiar dalam kancah puisi. Maka sesuai persyaratan panitia, kukirimkan satu puisi sesuai tema dan 3 puisi sebagai pendamping yang tidak terkait dengan tema dan tidak mesti puisi baru sebagaimana puisi yang dilombakan. Barangkali sebagai pembanding. Puisi sesuai tema yang saya kirimkan berjudul "TETES PURBA DI URAT EMPAT LEMBAH". Saya perlukan waktu lebih dari seminggu untuk menyelesaikan puisi ini dengan beberapa kali perbaikan diksi, frasa dan metafor. Bahkan judul pun beberapa kali berubah-ubah. Sampai akhirnya merasa mantap walau tidak mantap sekali, kuberanikan mengirimkan puisi tersebut.

Dan Pengumuman pun tiba pada tanggal 8 Oktober 2016 pada beberapa wall fb teman-teman penyair. Puji Tuhan, dari 1.135 Penyair yang mengirimkan karyanya yang berasal dari Sabang sampai Merauke bahkan dari beberapa negara jiran,, puisiku masuk dalam 100 Puii Pilihan yang akan diterbitkan Dewan Kesenian Indramayu. Ya, aku bergembira meski tidak menyabet salah satu dari 6 juara dan hadiah uang yang disediakan panitia. Aku bersyukur mengingat baru 2 tahun ini kutekuni kembali menulis puisi setelah vakum selama 18 tahu akibat tenggelam dalam irama pekerjaan sebagai PNS.

Pada kesempatan ini saya tuliskan petikan puisiku tersebut. Sengaja hanya petikan saya tuliskan sampai kuterima Buku Antologi 100 Puisi Pilihan.

.......................
.....................
pada kisah malang  di malam paling berani
meniti sepanjang nadi pecah
sejarah melayang dari badan  dibelah-belah watak bedebah
sedalam kenangan kian tuntas  terkuras
Cimanuk berjuang rebah paling tabah
mengarungi genang linang
asal aib jangan terkabar mengambang di laut jawa

................
................................