Sabtu, 04 Maret 2017

7 PUISI DI MIMBAR UMUM 4 MARET 2017




Tujuh puisi yang dimuat oleh Mimbar Umum pada tanggal  4 Maret 2017 sebenarnya sudah  saya kirim ke redaksi Mimbar Umum (Bang Suyadi San) 2 tahun lalu. Menurut penanggalan di email yahoo ku, tanggal terkirim adalah 25 Mei 2015. Saya pun sudah tak mengharap puisi itu akan dimuat. Alasan pertama, puisi tersebut telah saya permak dengan metafor dan frasa baru di sana-sini, termasuk beberapa judul pun sudah saya ubah. Alasan kedua, tiga bulan setelah tenggat waktu, seluruh puisi tersebut sudah saya kirim ke beberapa media lain (hasil pengeditan yang sangat signifikan) lalu kemudian berhasil dimuat di Media itu Seperti Puisi berjudul 'MENYONGSONG BUMI' telah saya permak habis-habisan menjadi puisi berjudul 'PERTARUNGAN MENJADI NYONYA' lalu dimuat di RIAU POS 15 JANUARI 2017. Puisi berjudul 'TAHULAH AKU' saya edit sana-sana lalu menjadi puisi berjudul 'GURINDAM MENCARI KHATAM' dan telah dimuat di Harian Suara Karya 22 Oktober 2015. Selanjutnya puisi berjudul  'MENANTANG MATI' juga mengalami editan dan kemudian saya kirim ke Medan Bisnis dan telah dimuat pada edisi 30 November 2015. Bahkan puisi 'MENEBALKAN IQRA' saya ubah beberapa diksi dan judulnya menjadi 'BERHITUNG SETEBAL IQRA' malah berhasil dimuat di Koran Tempo edisi 17 Oktober 2015. Demikian juga halnya dengan puisi "LIMIT MENUJU NOL' lebih dahulu berjodoh dengan Harian Suara Karya, yaitu di edisi 27 Februari 2016, juga setelah mengalami pengeditan diksi. Puisi 'SIANJUR MULA-MULA' pun sudah dimuat oleh Harian Analisa 13 Desember 2016. Dan puisi pendek saya berjudul 'SEONGGOK BUNGA MATI' malah sudah dimuat juga oleh Jurnal Sastra Santarang asuhan Mario F Lawi. Demikian riwayat puisiku yang kembali dimuat  Mimbar Umum Medan setelah 2 tahun sejak pengiriman. Saya anggap ini tetap sesuatu yang positif. Satu dari 7 puisi yang dimuat Mimbar umum saya muat di bawah ini


SEONGGOK BUNGA MATI

seonggok bunga tinggal belulang
harumnya terkapar ditebas mimpi
dipikirnya lelaki penghunus pedang 
malaikat penebus mekarnya  tunai
hanya penyamun seribu wajah 

menjaja matinya semurah murahnya