Jumat, 03 November 2017

3 PUISIKU BERTEMA KOPI DI LOKOMOTEKS.COM





Mengingat saya punya stok puisi tentang kopi dan Media Sastra Online LOKOMOTEKS.COM Edisi 7 / Oktober 2017 adalah bertema Kopi, Kota, Mimpi dan memberikan kesempatan mengirimkan naskah puisi sampai tanggal 15 Oktober 2017, maka kuemailkan 3 puisi ke masinisnaskah@gmail.com dengan cc ke lokomoteks@gmail.com.

Sila Tuan dan Puan menikmati 3 puisi saya di bawah ini atau membuka linknya di https://lokomoteks.com/sajak-sajak-bresman-marpaung/



BERGURU DI KEDAI KOPI

Aku di tahun tak tahan cobaan cuaca
menawarkan debar-debar hampa
apalagi berani mencintai kahwa
yang tabah mengorbankan aroma murni
pada lelaki bermulut terasi

daripada seorang puan limbung basa-basi
nyaliku berdalih hanya mau menampung bercawan mimpi

meski pendengar tengkar
aku pengidap dengkur

belum seteguh si babah
merunduk seperti tekukur tapi tabah menekur
menangkar senyap kabar dini dan terkini

jangan memaksaku menawan pergulatan hari
aku martir belum sempurna mengibarkan tabir pagi
apalagi meracik kepahitan sampai sehikmat melek puisi

maka demi basa-basi tahu diri
biarkan kukawinkan kahwa dengan penyusu murni
menyusup kawan di tiap malam berbudi
tak semengerti faham tulus
tapi tak cemburu berbagi

         Bengkulu, 2016



KOPI DUA ANAK RAJA


bukan di atas batu sabda
kepahitan dikupak dua anak raja
bukan hal nasib rebah dikurung kompeni di lembah Bakkara
atau rimba sembunyi dianggap hamparan berita makar di alas Gayo

tetapi oleh tangan penari lentik
tergelitik penantian, jatuh dari celah daun
aroma mengusik iringan perantau gelap berbondong tua
menyucikan birahi setubuh arabika
meski awalnya dipaksa marsose tumbuh
dari celah panglima tengkurap

tentang rombongan si Ateng Robusta
mengangkut dua pikul nasib turunan dari lereng tele
menungging renteng malang
hikmah dari punggung bertahan penumpuk utang,
terasa enteng menindih bebal masa lalu
selepas mampu mengalirkan keringat duka

tiap limbah nestapa bertapa merebahkan duri
kepahitan mengabdi akhirnya berjejal gurih

sejak pedang dan jejak batu sabda hilang
ditumpas perang keji
lidah anak raja dua negeri
mulai saling memuji
saling menguji di meja kedai

dua anak raja di kota bertukar poci
bukan, bukan mesti di atas batu sabda duli

      Langsa-Bakkara, 2016



BERBUAL BUIH DI KOK TONG



nasib terusik masih sepadan pahit di lorong-lorong Heng Seng
tapi hanya si babah Lim Kok Tong rajin meramu tabah
memulung dari ilmu timur ulung
sekarang lidah tong kosong, pemikul gong agung
menggotong lolong
dari pagi sulung terdorong seduduk sama hirup
berdiri saling menunggu
kau yang tergopoh merogoh kantong

seperti rasa lidah tak sabar, tak malu menyela bincang-bincang
seperti seseorang mengira sedang berlomba di barisan pedang
dengan nafsu perang, gigih menang bertarung
berburu panen rupa linang
sesuatu yang sebetulnya tak henti diciptakan
tapi mengapa kau lingkari seperti cinta kan secepatnya hilang?

kau serupa selera orang biasa
lebih percaya
kehadiran dongeng bukan direka
berbondong-bondong menyeruput segelas keyakinan
merasa sudah meraba legenda
betul menjelma
timbul di kawah loteng Hengseng yang bersahaja
menggotong cerita itu ke kota-kota
yang lebih hebat memekarkan kata

       Pematangsiantar 2016