Minggu, 30 April 2017

7 PUISI DI SUMUT POS 30 APRIL 2017



Seingatku puisi-puisi yang dimuat SUMUT POS tanggal 30 April 2017 itu kukirim sekitar 2 minggu lalu. Akibat kesibukan kerja ke Kecamatan Lembah Seulawah yang dilanjutkan ke Kabupaten Humbanghasundutan, yang sungguh melelahkan membuatku tak terpikir untuk mencari koran terbitan minggu kota Medan. Tadinya aku berharap masih bisa melihat penampakan SUMUT POS lewat FB LANGGAM SUMUT POS maupun WEBSITE LANGGAM SUMUT POS. Tetapi saat kucoba browsing laman LANGGAM SUMUT POS dari Hotel NOAH tempatku menginap di seputaran Kecamatan Silangit Kabupaten Tapanuli Utara yang menyediakan WIFI gratis, ternyata update karya sastra terakhir di situs tersebut masih tertanggal 24 April 2017. Pun ketika kutanyakan ke Bang Dian ke loper koran langgananku pada hari Kamis kemarin, dia pun tak punya lagi koran SUMUT POS tanggal  30 April tersebut.

Untunglah salah seorang staf saya di Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Sumatera tadi padi tanggal 5 Mei 2017, memberitahukan bahwa hari Minggu lalu isterinya membaca Koran Sumut Pos tersebut dan menyatakan ada beberapa puisiku di koran tersebut. Malah isterinya menanyakan apakah Bresman Marpaung yang tertulis di koran tersebut adalah atasan suaminya di kantor. Yang kemudian di ya kan Bang Syawaluddin stafku tersebut.

Akhirnya aku minta tolong salah seorang staf yang lain untuk pergi ke kantor  pusat SUMUT POS di seputaran AMPLAS Medan yang saat ini macetnya tak ketulungan akibat perbaikan jalan aspal menjadi jalan aspal beton. Syukurlah, ternyata masih ada stok di sana.

Eh, begitu koran yang dibeli Darwin Tambunan stafku yang lain tersebut sampai di tanganku, Bang Syawaluddin meng-SMSku bahwa dia sedang menuju kantor dari rumahnya dan sedang membawa KORAN SUMUT POS yang dibaca isterinya pada hari Minggu lalu. Kalau rejeki, memang tak kemana!

Di bawah ini saya tampilkan 2 dari 7 puisiku yang dimuat


PENDULUM DI NUSANTARA


Janji-janji  menerpa  masih seliar panji-panji
selain takabur menuntun malu ke dahi
juga penyaru yang menyamak pembara suci
segenap percaya orang-orang letih lihatlah  terpatri
digiring bak sejoli pengantin muslihat dibawa  sumpah
terpukau tawa, sengsara hingga mati

sementara panji-panji yang terhalang mengulang
berotak sensasi bantal  guling
adalah pemberontak picik dari dinasti terhenti
penggenang-genang  upeti.
sedang kau mangsa pendulum, tenggelam memuji-muji
seperti menikmati sebangsa pekerti
tak kunjung menyelami kadar terjerat tipuan temali

belum sempat menyesali
mati terbenam di kubangan sepi

Hop, kala terungkit sakit pengutil sesaji
dari lipatan rumit panji-panji
tersingkap satu martir dinujum kadar belas kasih mati
tak punya gentar mencari pasangan berkorban nadi
demi lubang kedatangan  sekompi bidadari

Akh, kau betul-betul terkena putauw
terkenal pukau ulung kepalang!

tak pernah ada ajian harakiri sekeji itu
meminangmu mendulang sekepal malang
sia-sia

          Medan, Januari 2017

  

SUPIR MEDAN

Supir dan sipir angkatan serapah
di medan sebuah angkutan  kata
si
pemabuk tua dan kepala muda bersaing
bak pinang dibelah kota

kala kalah berantuk mata
bebalnya  beranak ganda
penumpang tak akan tiba

dua-dua penyimpang tak berbahasa  telinga

kirab kota terusung bernasib tiada harga
penantang terlentang digilas-gilas roda
gara-gara
orang-orang malang menunggu akhir mabuk cerita
yang bangkotan kapan tiba di tungku kutuk dosa
yang muda bila di
usung dada laba-laba?

kasihan ibunya terbawa-bawa  balasan sumpah. merana
sipir dan supir gemar bisik  tapi gemerisik di medan sebuah kota
gagal sembunyi sepandai bilah,  cemar  tertawa maya

rindu yang kulaju terasa  tak kunjung maju-maju

                        Medan, 2015-2017