Selasa, 15 November 2016

PUISIKU DI BUKU DARI GENTAR MENJADI TEGAR, SENI INDONESIA BERKABUNG










Akhirnya, buku yg kutunggu tiba. Buku 'Dari Gentar Menjadi Tegar' yang memuat 38 Puisi Pilihan termasuk Puisiku berjudul 'EMPAT PERKABUNGAN BERSINGGUNGAN' yang merupakan hasil Lomba Cipta Puisi Seni Indonesia Berkabung yaitu seleksi dari 1.300 lebih Puisi. Lomba tersebut merupakan kerja sama Komunitas Seni Indonesia Berkabung dengan KPK dan 4 Perguruan Tinggi di Yogyakarta.
Setahun aku menunggu Buku ini dengan penantian yang sungguh berliku. Di selebaran awal Panitia, lomba Cipta Puisi akan memilih 70 Judul Puisi yang akan dibukukan dalam Antologi Puisi berjudul 'Di Bawah Payung HItam'. Lalu pada Pengumuman Dewan Juri disebutkan hanya layak sebanyak 38 Puisi. Pengumuman Dewan Juri dilakukan melalui web Radio Buku dan Facebook Seni Indonesia Berkabung. Biasanya Pengumuman Puisi Terpilih juga dikirim oleh panitia ke email masing-masing kontributor terpilih.

Awalnya, para kontributor dijanjikan mendapat Buku antologi puisi 'Di Bawah Payung Hitam'. Ketika kutanyakan lewat FB, panitia memintaku bersabar sekitar seminggu. Ternyata seminggu kemudian panitiamalah menyampaikan lewat FB bahwa kontributor hanya akan mendapat Katalog cetak seluruh aktivitas Lomba Seni Indonesia Berkabung. Lalu seminggu kemudian berubah lagi. Dengan alasan minim dana, kontributor hanya akan mendapat file pdf katalog. Lalu beberapa kontributor protes. Lalu laman facebook panitia mati suri tanpa pernah memutakhirkan informasi. Lalu aku pun melupakan kemungkinan memperoleh BUku antologi itu disertai amarah yang susah surut.

Untuk menghilangkan kekecewaan lalu puisiku tersebut sempat kukirim ke media dan ternyata dimuat Koran Tempo pada edisi akhir pekan 2-3April 2016.

Lalu sekitar 2 bulan lalu lalu pada laman facebook Raedu Basha termuat bahwa dia sudah mendapat katalog cetak Seni Indonesia Berkabung dengan judul 'Dari Gentar Menjadi Tegar' dengan salah satu Bab berupa Antologi Puisi Di Bawah Payung Hitam'. Lalu beberapa minggu ada email masuk ke emailku yang meminta konfirmasi alamat sebab akan dikirimi buku yang sama. Kurang lebih 10 hari kemudian, aku mendapat kriman tersebut.

Lalu kubaca isinya satu persatu. Ternyata benar, bahwa buku ini selain memuat puisi, juga memuat hasil kegiatan seni Indonesia Berkabung lainnya berupa Lomba Poster dan Teater. Dalam Buku ini juga ada beberapa Puisi Maestro Penyair Indonesia JOKO PINURBO yg menjadi salah satu Dewan Juri Lomba Cipta Puisi. Akhirnya terhibur juga hatiku. Inilah Puisiku yang terpilih dalam buku itu.


EMPAT PERKABUNGAN BERSINGGUNGAN 
(Terpilih sebagai salah satu dari 39 puisi pilihan pada Limba Cipta Seni Indonesia Berkabung dan juga telah dmuat Koran Tempo 2-3 April 2016)

 1

apa yang  kau dengar bila serigala dan luwak berbisik di punggung  bulan
selain berbincang jubah paling cemar memintal dari mangsanya
samar memerangkap mangsa  lain

pernahkah mereka terdengar  jujur bertukar rahasia memalukan
tentang bulu ayam yang tak lagi sempurna membalut muslihat
atau bulu domba  kuning menangkap tabiat  serigala?

atau mereka  berbagi pengakuan tentang darah anak domba  di celah taring
merintih tak jemu  memanggil inang di setiap tubuh  terhempas
hingga kekejaman mereka  tersungkur tertikam belas kasihan
membiarkan  lapar jemu lalu hilang kesadaran
phobia  maksud bulan bersemu tiap memancing gairah
sampai sujud melolong-lolong  pengampunan?

Pertemuan luwak dan rubah ini tak biasanya
di saat bulan pucat hilang darah
telah   pula berlalu  gairah  jam-jam pengintaian
ayam paling jantan telah subuh  terjaga
memanggil-manggil persekutuan waktu

mufakat apa yang tak perlu rahasia?
astaga, mereka bertukaran kepala!

22.2
2
domba yang tergoda
tak bercita-cita layu di penjagalan
tapi kekal harus  jatuh kepada hiruk pikuk langit penawar
terbeli nasibnya dari pecah ketuban sampai diiris hak veto
hanya ditimbang  rasa lapar,
jadilah kami tumbang bakaran
yang tak pernah dikorban sungguh-sungguh
sebagai domba putih pembasuh masa lalu

domba sesat kami. memang
tapi tak sekali pernah mengingkar  suratan
hanya termangu dalam jurang bingung
memanggil-manggilmu sedalam khusuk perih
hai gembala dari lembah kekinian
pabila membawa tongkat keberanian
menjulurkan cahaya ke ujung muasal  sesalku

domba dan gembala biasanya
beriringan ke hamparan nasib berbatu
menghalau rasa lapar bila mengintai  sampai ke ujung senja
berhitung sama-sama  dengan segenap apa melumpuhkan rasa takut
sebagai kawanan tak tercecer tinggal sedarah

kalaupun domba mengerangkan puting disesah masa nifas
jeritnya masih mengalirkan  susu sesuci  darah paskah bagi kawanan gembala
hanya letih menguras air tubuhnya terhalau serigala ke gunung sunyi

pertemuan yang tak biasa gembala dan domba
saling memunggung menilik  matahari kemana menusuk sengat

 3
Gembala dan tuan yang sepakat menyeret domba ke kejauhan
berbisik  hal rahasia peruntungan nasib sekawanan  seharkat bulu dan daging
hingga pandangannya jauh semua mesti tampak  lumrah.
kebiasaan  menenangkan domba jika takdir  saatnya  menungkup

sesekali gembala dan  tuan memotong tatap dengan senyum  lambai
dengan mantra penenung mata domba bila  terlanjur curiga
sampai sepenuhnya  lupa petaka  menghadang bila tuan datang
menghalau gembala pada sabtu dan minggu

bermulalah awal cerita kepunahan, tetua domba kata tuan mesti ikut berlibur ke kota
tapi tak pernah pulang-pulang. hanya gembala yang kembali dengan kubis dan bungkil
mengasup lenguh kawanan  sebukit kenyang .  lupa menduga-duga

seperti besok rerumputan menyibukkan mereka
sambil gembala bermain  setongkat cemeti


4
pada jurang paling malam dombalah menubruk  cahaya
dari mata bingung membandingkan beberapa  perkawanan warna
ada hijau selain  rerumputan, bungkil dan kubis memantulkan sedap
jalangnya  baru akil akhirnya tergoda mengecap

seturut lapar  mendidihkan  berahi
melajulah hasrat mematah tongkat gembala
yang acap melayar pantangan  ke atas pikirannya.
seketika seikat persekutuan tertebas dari amanat
rindu  dendam dilarikan menungkap cahaya memikat
melupakan naluri  kuat:  domba mesti berserikat

Hup! domba itu tertangkup di palung cahaya
dan tiba-tiba sebuah rupa terlihat sesungguhnya.
memagut sepenuh gairah semua sadarnya
tak ada sesal  sempat menyusup  pada darah terkucur
tangis menempel di sisa tubuh, terlunta sia-sia ke rumpun bebatuan

gembala hanya  terbangun meraung-raung jika jumlah semakin ganjil
dengan tongkat patah bingung memastikan  arah
tak terdengarnya  dimana sesal memanggil-manggil