Minggu, 25 November 2018

4 PUISI DI HARIAN MEDIA INDONESIA 25 NOVEMBER 2018



Puisi yang berjuang, selalu menemukan jodohnya masing-masing kata banyak penyair. Maybe yes maybe no. Tapi kabar perjuangan puisiku sebagian besar begitu. Seperti kabar yang kubaca di minggu pagi. Ada 4 puisiku berjodoh di Harian Media Indonesia dengan judul antara lain: 'BERDAGANG SEGELAP KARBON, 'UPIN IPIN MEMBAJAK ULTRAMAN', 'DIHALAU TASMANIAN DEVIL', dan 'BUNG LON'. Mereka tak lahir kembar, didandani di hari berbeda-beda, tapi berjodoh di hari yang sama. Tapi puisi yang berjudul UPIN IPIN MEMBAJAK ULTRAMAN betul-betul membuatku jatuh haru di hari bahagia itu. Sebab puisi itu bermula dari pengamatanku terhadap kebiasaan putriku tercinta yang selalu kesengsem terhadap film kartun tak terkecuali UPIN IPIN itu. Putriku betul-betul penambah berkah imaginasi padaku.

BERDAGANG SEGELAP KARBON
: hantu penipu


kami masuki penanggalan antah-berantah rimba
kala sesuatu tuba meski tak direlakan tekun menyusup
seperti ular-ular mini menunggu mengacir
dari dengkur tekukur
atau siasat lama mengintip dari celah kepala batu
meloncat merasuki inang baru
tak menunggu rela

pada hari legam pitam
malam terperanjat lupa kemana tatapan bulan
mata bara penjaga sempurna menggarap gegabah
kami yang setia, terkesima bayangan ganda

tapi apa ada kompensasi tabah?
waktu yang terus berlari
meningggalkan bunyi goyah
jatuh melewati tabah berjangka

rindu merambat. belum tiba dari pelesir khayalan
entah kemana mengumpulkan nyata tak berlipat ganjil

kami makin lama terlentang di peraduan asa
terus larut merinci rencana membentang laba
yang serasa panjang ada, belum teraba

di Kyoto, wibawa aba-aba tak sadar sudah menua
menuai lelah bunyi peluit yang berkali tersedak menandai
berlagu sampai di lima belah bumi
belum pernah ada yang terkesiap pada nada hampa

maka perahu tetap diam di bandar jauh
nakhoda luput menyelami bahasa asing siaga

dengan jarak kepentingan amat sumir
nakhoda dan juragan asing
mengaku sibuk beradu hitung
selisih hutang-piutang penganan siang



UPIN IPIN MEMBAJAK ULTRAMAN

:ananda Pio Sorta Grace


Setelah Upin Ipin mahir berkacak di kaca
menumpah raut tak sabar. ingin ajian kebal sebebal tameng
sepantar waktu itu pula Ultraman baru menepi dari kubangan matahari
topeng hanya penutup malu kepalang tunduk
kuping digasak pahlawan-pahlawan bertanduk ganjil medan peran

Upin Ipin di kampung melayu jemu berlari-lari
sekali lintang-pukang hanya dianggap bermain-main perang

dua cerita lama gaya dua kota
berjuang daya di layar redup
sama-sama menyangsikan tabir kalah kembang
anak-anak kampung menyaksikan, bosan alip cendong di gunung
permainan berulang tayang mencibir semangat rasa garang

Upin Ipin kepingin peran riuh mengikis epos pedang
Iri nafas berburu pahlawan yang segigih acung
orang-orang mancung tak berpantang

sebab pendekar melayu lesak, ditarik masa lalu sejak malu berbaju usang
cerita-cerita membusung cuma gertak memantangkan usungan riuh pendatang

Upin Ipin ingin mampu tak memperpanjang jemu bincang-bincang
tapi lupa di celah jerami mana ujung pepatah bergulung maksud

demi semangat perang biar resek dari mulut genderang
Upin-Ipin belajar berkelahi menanggalkan rasa tenang
menguji berani kampung agar tak urung menantang
lewat mimpi petang, membajak ultraman, sekutu mengupas malang

dua kota berlainan maksud lahir dari celah sempadan, berebut marka
kapal-kapal membawa amanah bencana, menyebar ketuban amarah
Upin Ipin melatih kefasihan mengusik kesunyian dengan genderang gadget
cukup sekali berjampi pepatah latah, Ultraman cepat menyembul tiba
mencabar dari sisi kanan, melempar ajian bersilang tangan

Ahoooi, sepantaran waktu tak terlerai
betul, betul, betul*)
dari kota iri muncul lawan sepadan
gergasi bertaji gergaji!

      Keterangan:

     *) Ucapan khas film animasi UPIN IPIN



DIHALAU TASMANIAN DEVIL

: hantu binatang berisik


Behemoth tak malu-malu sejak mengaku maha reka
Tasmanian Devil jadi setan ketujuh belas
berjubah ayam saleh
memagari tangisan kemaruk dalam istana kubah riuh
selayak malaikat hulubalang keluar lubang
memajang gigi penuh jajaran benci

Kau ciumkah aroma darah putus setia dari nadi
searoma bangkai di tubuh pencerca semampai?

sebagai orang bersila, bernoda hanya iota
kau pasti bertalu-talu disiksa dengan tata cara

tetaplah berlipat jari pada hari jadi
walau terpaksa menjadi-jadi dihalau dengki
tetaplah dengan mata yang menutup konfrontasi
agar tak dihantui memasuki pintu moksa ragawi

kesucianmu niscaya tetap terjaga
melalui doa takzim kami kaum duka
berangkat saja seperti piatu duafa
sederhana lewat lubang pengasingan sementara
di sana mari muntahkan serempak
tiap keheranan spontan belum tersedak
sesontak tubuh kejang berkalut separuh percaya

atas nama perlawanan antibody jasad setia
tiada yang cermat seperiksa hamba
yang paling mengerti bahasa renik durjana

meski tiap setan dan hulubalangnya
membekali detail rupa ahli agama.



BUNG LON

: hantu pilon

Bung masih mengambang kalau mengebut diri
sebagai peruwat dan perawat rahmat dan kasih membumi
bukankah hulu makananmu tak lagi dari ibu sendiri?
sudah bersantap berdiri. sendiri, tak sudi menyaji saudara jejak rahim
Jangan mendelik tiap diingatkan racikan masa lalu 
mesti sesederhana ucap ibu!

firman yang mana telah kau potong, tanggal banyak kata
makna sekata kini bernafsu berbiak,
terhidang alang kepalang membuatmu berani lancang
tak berpantang menggantang ke altar dengan mulut basi
rajin memajang 
beberapa tahun sekali di layar masa
pada musim sekutumu lancang menjenguk
sambil menenteng bermacam bentuk serpihan duka

kami gagal metamorfosa dari lidah kepincut
mati bertanya “bilakah selamat menyesuaikan diri”

lalu sesudahnya tangan yang cemar tengadah
segemar pintamu yang serupa hantu lapar keramat
selalu tiba-tiba berwajah seterbuka baki
bernafsu menampung bermacam sesaji runtuh.

Bung Lon, sungguh engkau pembual terang-terang
meminang dengan mulut berirama bising
mengutil jampi-jampi sembarang poyang

tak bosan mendongengkan bermacam ulangan buaian tidur


    Medan, Januari 2018