Senin, 20 Oktober 2014

MENUNGGU


Diantara pembaca barangkali pernah menonton lakon  “Menunggu Godot” yang diambil dari naskah Samuel Beckett yang diterbitkan pertama kali tahun 1952. Drama ini  ini adalah kisah yang menggambarkan harapan yang tidak kunjung berakhir. Drama ini  merupakan lakon paling aneh menurut bentuk, maupun isi. Kisahnya mengenai dua orang gelandangan yang menunggu Godot.  Aktor dalam cerita ini termasuk Vladimir, Estragon. Mereka adalah sekawanan teman yang  setia pada kedatangan Godot. Bahkan, Godot tidak akan pernah datang. Ia berbicara terus-menerus, tapi dia tidak muncul. Ketidakhadirannya telah membuatnya menjadi pusat perhatian dan itu adalah cara dia menunjukkan kekuasaannya dalam hal Vladimir dan Estragon untuk terus menunggu Godot. Mereka berharap segera datang, tapi mereka menunggu dengan sia-sia karena drama terlambat diberitahu bahwa Godot tidak pernah datang.

Sejak negeri ini diproklamirkan, seluruh eksekutif negeri ini dengan dukungan rakyat dan diawasi legislatif dan judikatif  telah memiliki tekad sebagaimana jelas tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 untuk mewujudkan masyarakat adil dan Makmur. Bahkan rezim Orde Baru sangat melakukan indoktrinasi tujuan bangsa ini lewat penataran P4, pemutaran film dokumenter maupun slogan-slogan lainnya. Sampai usia ibu pertiwi 69 tahun, wujudnya masih seperti fata morgana. Serasa ada bagai mata air tetapi begitu mendekat malah hanya hamparan pasir panas yang melepuhkan telapak kaki. Bahkan bagi sebagian orang yang sudah merasa ikut berperan dengan susah payah dalam upaya tetap menegakkan berdirinya negeri ini, merasa adil dan makmur itu sudah seperti deja vu, serasa pernah ada hadir di suatu ketika tetapi kemudian seperti disadarkan bahwa hal itu tak pernah ada. Bahkan Tahun 1998, kesadaran itu memuncak, bahwa penantian adil dan makmur itu memang benar de ja vu. Bangsa ini dilanda krisis moneter, krisis kepemimpinan yang berujung runtuhnya orde baru yang menumpukkan hutang negeri ini ke negeri asing. 

Diantara pembaca barangkali juga punya mimpi dan hasrat pribadi yang diidam-idamkan bakal tercapai dalam beberapa tahun, katakanlah dalam 3 tahun. Idaman tersebut dapat saja berupa jodoh, materi, karir, atau apapun dalam benak masing-masing. Namun ketika 3 tahun itu tiba, harapan tersebut tak dapat terwujud dengan alasan-alasan yang masih dapat diterima akal, pikiran dan perasaaan. Bahkan sampai jarak waktu 2 x 3 tahun, harapan itu masih tetap ada terpendam meski dengan kadar keyakinan yang semakin menurun. Lalu kemudian ketika tiba pada waktu 3x3 tahun harapan masih belum terwujud, sehingga akhirnya melahirkan retorika di dalam diri sendiri. Kita bertanya dan menjawab sendiri dan akhirnya menuju krisis kepercayaan diri dan stress.

Memang tak salah jika ada pemeo yang mengatakan menunggu adalah pekerjaan yang membosankan. Bahkan ketika dalam masa menunggu itu kita melakukan banyak aktivitas, baik yang berkaitan dengan tahapan langsung terhadap apa yang diidam-idamkan, atau aktivitas lainnya yang mendukung tercapainya idaman tersebut. Atau bahkan hal-hal lain yang tak bersangkut paut,  pasti ada masanya kita diperhadapkan akan pertanyaan: terwujud apa tidak ya? berapa lama lagi kesabaranku diuji? Berbahagialah orang yang   mengaku selama dalam hidupnya tak pernah bimbang, cemas atau ragu  dalam menanti berhasil/terpenuhi atau tidaknya sesuatu yang sangat didambakannya. Diriku termasuk yang beberapa kali ada diambang kecemasan, kebimbangan dan hampir putus asa untuk suatu hal yang sangat kuidamkan. Untunglah sampai saat ini rasa putus asa tersebut belum pernah melanda diriku. Hanya pernah hampir putus asa tetapi tidak putus asa. Disaat putus asa terasa sangat mendekat selalu ada invisible hand yang selalu menolong. Peristiwa yang kulihat, pengalaman dari diriku sendiri akhirnya menyublimkan perenungan menjadi puisi di bawah ini


                                        Puisi ini telah terbit pada Harian Medan Bisnis
                                        Tanggal 19 Oktober 2014. walau foto closeup milik
                                        orang lain ditempel redaksi

  







 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar