Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina merupakan petuah Arab yang sudah familiar sampai kekinian. Jauh sebelum ajaran Islam ada, bangsa Cina telah mencapai peradaban yang amat tinggi pada tahun sebelum 500 M. Negeri tersebut menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban. Arab pada umumnya dan Islam secara khusus banyak belajar dan menyerap kedua hal tersebut dari Tiongkok. Sebutlah beberapa diantaranya: ilmu ketabiban, kertas, bubuk dan mesiu.
Penulis pada kesempatan ini tiak bermaksud mengulas soal keunggulan ilmu dan peradaban Tiongkok yang dapat diadopsi oleh rakyat maupun penyelenggara pemerintahan dan negara Indonesia secara umum dan khususnya Kota Medan tetapi wilayah dalam skala lebih dekat dari Kota Medan, yaitu Singapura, Brunei, Thailand dan Malaysia. Secara pribadi penulis sungguh beruntung telah berkesempatan mengunjungi beberapa negara jiran tersebut, baik dalam kapasitas individu maupun terkait peran sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Kehutanan untuk mencari pengalaman dan pembelajaran. Dalam berbagai lawatan tersebut secara jujur dapat saya katakan bahwa pengelola negara Republik dan rakyat dapat banyak berguru ke negeri tersebut dalam mengelola aset, mengelola sumber daya alam, perilaku sumber daya manusia dan cara-cara eksekutif melayani masyarakatnya
BERKUNJUNG KE SINGAPURA
Jika di medan ada Kampung Keling (Sekarang Kampung Madras) dengan kuilnya yang terkenal di sekitar Jl Zainul Arifin, maka di Singapura juga ada wilayah yang kental dengan suasana India yaitu daera yang disebut Little India, yang merupakan kawasan autentik yang cukup ramai di Singapura. Aroma dupa, rempah, kari,dan wewangian kas India begitu kentara di sini disamping kios penjual koran menmbah suasana khas daerah ini. Pemerintah Singapura sengaja mengekspose daerah ini sebagai gerbang wisata begitu keluar dari wilayah pelabuhan laut. Penjual bunga, jahe-jahean, , tomat dan sayur mayur, peramal dengan burungnya, penjual koran pinggir jalan adalah beberapa contoh pemandangan menarik yang bisa ditemui kita temui . Selain itu di Little India pun bisa kita temukan kios-kios yang menjual minyak pijat Ayurvedic, emas, dupa, dan kain dalam berbagai variasi tekstur.Terdapat juga kuil yang terkenal di sini yang bernama kuil Sri Veeramakaliamman Temple, sebuah kuil Hindu yang diperuntukkan untuk Dewi Kali.Walau tak seindah negeri kita sebenarnya, tetapi niat sungguh-sungguh pemerintah Singapura menata kawasan ini sungguh patut dipuji. .Bandingkan arsitektur tua kota Medan misalnya bangunan Art Deco yang malah banyak dibumihanguskan demi komplek ruko kotak sabun yang terkesan sumpek.
Keirian saya berikutnya melihat Singapura, adalah tertibnya pejalan kaki maupun pengendara ketika traffic light menyala merah. Para pengendara semuana tertib berhenti di belakang zebra cross, garis penyeberangan buat pejalan kaki dengan rapipada jalurnya lalu kemudian kenderaan tersebut bergerak lancar ketika tiba gilirannya hijau. Pejalan kaki juga sungguh dimanjakan dengan trotoar dan jalan bawah tanah untuk menyebrang dengan escalator ber AC di sekitar Orchard Road. Suasana lau lintas nyaman yang amat langka kutemukan di Jakarta atau Medan, kecuali di Kota Surabaya di era kepemimpinan Bambang DH sampai ke Ibu Risma Harini.Timbul juga pernyataan menggelitik dalam batinku kenapa orang Indonesia begitu tiba di Singapura bisa disiplin tidak membuang sampah sembarangan, tidak merokok sembarangan, begitu hati-hati membawa air mineral kemasan padahal tak ada polisi berseragam yang berseliweran di tempat umum tersebut sebanyak Satpol PP dan polisi Indonesia biasa berseliweran. Kenapa ya Pak Satpol PP, Pak polisi, gubernur, walikota, bupati dan tuan Presiden Indonesia?
Toko sayur mayur, bersih sedap dipandang mata
BRUNEI NEGARA KAYA TAPI RAKYATNYA TIDAK JORJORAN
Pertama menjejakkan kaki di bandara International Brunei di Bandar Sri Begawan, hati terkagum-kagum dengan kerbersihan bandara. Tetapi begitu menjejakkan kaki keluar bandara, saya sempat termenung, dan bertanya-tanya apa ini Negara Brunei yang terkenal kaya (dalam bayanganku mestinya dipenuhi gedung mewah rapat berjejal, bertatah emas, expatriat lalu lalang dan simbol-simbol lain tanda kemakmuran minyak seperti yang dipertontonkan orang-orang komplek Pertamina di Indonesia. Tetapi yang kutemukan jalan rayanyalah yang melambangkan negara makmur. Jalannya mulus tak ada lobang dan genangan air, tidak crowded, bahkan di pinggir kotanya masih dipenuhi hutan di kiri-kanan jalan. Sesekali kami melewati kawasan seperti pabrik yang tidak terlalu mewah tetapi tertulis Holding Company. Kenapa negeri Brunei yang disebut kaya padahal penampakan negeriku jauh lebih mewah dan jorjoran cara berpakaian, perhiasan, bangunan rumah, mobil serta lagak dan gaya orang kayanya. Aku malu njadi orang Indoensia disini yang hanya mewah sebatas demonstration effect rupanya.
Rasa maluku semakin bertambah, ketika Adi Maslin pegawai Jabatan Perhutanan Brunei membawa kam ke Kampung Air memamerkan Revitalisasi Kampung Nelayan Kumuh menjadi Kampung asri rumah permanen bertiang beton di tepi laur yang memancarkan aroma dan bentuk kenyamanan. Tak ada sisa kampung nelayan kumuh bau busuk ikan sisa dan wajah kemiskinan. Sultan yang berinisiatif membangun Kampung Air menjadi Kampung layak huni dengan skim jangka panjang. Jajaran Kedutaan Negara Asing yang ada di Bandar Seri Begawan pun rata-rata bangnannya tak termasuk kategori mewah. Biasa saja dan sangat berbeda dengan Konsulat Negara asing yang ada di Medan maupun Kedutaan Besar Negara asing yang ada di Jakarta. Tetapi sekali lagi, yang disebut negara kaya adalah Brunei bukan Indonesia.
Wisata alam bagi pelancong juga cukup apik di Brunei. Bersama denga rombongan kami yang dipimpin Direktur Rehabilitasi Hutan dan Lahan tahun 2013 Bapak Dr Bejo Santoso (sekarang staf ahli Menhut), kami berkesempatan menjajal perahu kecil bermesin tunggal, melawan arus menuju Huku Sungai Taman Nasional Ulu Temburong yang asri. Tekongnya apik, sekalipun air deras dan banyak batu, selama satu jam perjalanan menuju hulu hasilnya lancar-lancar saja. Setiap tahun, Taman nasional ini mempunyai tamu tetap beberapa ekspatriat asing di wilayah Asia Pasifik yang secara bergilir menurut angkatannya melakukan pertemuan bisnis dan silaturahmi di tempat ini di tengah hutan yang tak punya sinyal dan televisi namun tempat tidurnya sangat nyaman demikian juga ruang rapat yang ada. Tak banyak juga pegawai Jabatan Perhutanan yang mesti diturunkan untuk mengelola kawaan ini dari hulu sampai hilir. Jabatan Kehutanan konsisten dalam mengawal regulasi dan memastikan lestarinya Taman Nasional tersebut, berdampak positif bagi ekonomi negara serta terjaminnya keselamatan dan kenyamanan pengunjung. Operasional diserahkan ke Pihak III dengan Perjanjian/Kontrak mutualis Bahkan di awal pembangunan dan operasional Resort di Taman Nasional tersebut, pemerintah memberikan kemudahan pembiayaan selama beberapa tahun.
Di Brunei ini aku merasakan langsung keramahtamahan dan jiwa penolong orang Brunei yang tulus. Ceritanya kami 4 orang rombongan dari Kementerian Kehutanan (Ibu Meri Ganda Simanjuntak Kasubdit Reklamasi Direktotar RHL Ditjen BPDAS PS, Mas Bagus Staf Subdit Mangrove dan Rawa Gambut, MBak Esti Kepala Seksi Kelembagaan BPHM I Denpasar dan saya sendiri) sangat bersemangat ingin mengetahui sekitar kota Bandar Seri Begawan. Kami berjalan menyusuri trotoar mulaidari depan Hotel City tempat kami menginap menuju arah Gadong salah satu wilayah yang cukup ramai di Bandar Seri Begawan. Tak terasa kami sudah berjalan 3 km sambil berharap ada taksi yang bisa ditumpangi. Ternyata di Brunei mencari taksi sama dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Hampir semua keluarga di Brunei ternyata memiliki mobil dan sepeda motor. Angkutan umum lain berupa minibus walau terbatas sebenarnya ada tetapi hanya pada tempat-tempat tertentu dan jam operasionalnya pun terbatas apalagi di malam hari. Akhirnya setelah kami puas berkeliling di pusat kota Gadong dan membeli beberapa cendera mata, kami pun mulai mencari taksi untuk pulang karena kaki sudah pegal akibat jalan 3 km tadi. Namun, banyak orang di beberqapa tempat sudah kami tanya, semua angkat tangan tak bisa menunjuk tempat mangkal taksi. Akhirnya kami memberanikan diri menanya seorang satpam hotel, Wajahnya kelihatan ramah dalam sosok seorang ibu agak gemuk dan kami pun bertanya dimana bisa mendapatkan taksi. Siapa tahu hotel bintang 5 ini punya taksi langganan. Diperhatikannya kami satu persatu yang sudah keringatan. Kami jelaskan kami berasal dari Indonesia danhotel tempat kami menginap.Ibu itu berkata: " Di sini taksi susah dapat. Harus kena pesan dulu. Begini saja Encik Puan dan Tuan,Sila duduk dululah di Lobby Hotel kami ni" Dia menunjuk ruang tunggu hotelnya yang sangat nyaman. Kami duduk sekitar 15 menit ketika dia menghampiri kami kemudian." Ayo, sila ikut saya saja" kata ibu itu. Dia membawa kami ke parkiran. Amboi, ada mobil Sedan Peugot baru warna kuning terparkir dan ternyata milik ibu itu, Ibu yang bekerja sebagai Satpam Hotel. Sila naik ke mobil saya. Biar saya antar Tuan dan puan ke hotel. Arah rumah saya melewati hotel kalian. Dan kami diantarnya sampai depan pintu lobby hotel. Gratis! Dia bilang, terenyuh melihat kami yang keringatan dan suaminya juga pegawai kerjaan Brunei sama seperti kami yang pegawai RI yang harus dihormati sebagai tamu negara. Dan Ibu itu juga bilang sudah beberapa kali melancong ke Indonesia.
Pengendera kenderaan bermotor di Brunei sangat memberikan pernghormatan yang tinggi kepada pejalan kaki. Mereka sepertinya sudah mengerti dan menerima filosofi transportasi dalam aktualisasi berkendara sehari-hari yang menyebut pejalan kaki adalah level tertinggi dari pengguna jalan yang harus didahulukan. Maka ketika saya uji coba dalil tersebut dengan menyeberang tergesa-gesa di jalan raya daerah Gadong, ternyata benar, 20 meter sebelum menghampiri saya mobil-mobil sedan itu secara spontan sudah menghentikan laju kenderaannya dan memberikan kesempatan kepada saya lewat meskipun traffic light tak menyala merah.
Pengendera kenderaan bermotor di Brunei sangat memberikan pernghormatan yang tinggi kepada pejalan kaki. Mereka sepertinya sudah mengerti dan menerima filosofi transportasi dalam aktualisasi berkendara sehari-hari yang menyebut pejalan kaki adalah level tertinggi dari pengguna jalan yang harus didahulukan. Maka ketika saya uji coba dalil tersebut dengan menyeberang tergesa-gesa di jalan raya daerah Gadong, ternyata benar, 20 meter sebelum menghampiri saya mobil-mobil sedan itu secara spontan sudah menghentikan laju kenderaannya dan memberikan kesempatan kepada saya lewat meskipun traffic light tak menyala merah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar