Kamis, 07 Agustus 2014

PUISI PERTAMA DI MAJALAH

Dua kali meraih prestasi dalam lomba Cipta Puisi pada Tahun 1985 semakin membuat rasa percaya diriku meningkat untuk menulis di Media. Ketika aku berjalan-jalan ke Jl. Diponegoro Siantar Tahun 1987 ke tempatku sering membeli koran yang memuat cerpen atau puisiku, kulihat koran Waspada juga memiliki Ruang Sastra. Kalau sebelumnya aku hanya mengirim karya ke Koran Harian SIB, Harian Bukit Barisan (almarhum), Harian Mimbar Umum (almarhum), Taruna Baru, Dobrak, maka aku bertekad untuk mengirim puisiku ke Harian Waspada. Kulihat koran Waspada pada 2 minggu berikutnya, ternyata puisiku tak termuat. Aku bertanya-tanya. Eh beberapa hari kemudian, salah seorang rekan penulis muda bernama  TOHAP SIMAMORA yang juga  rekan di  IPPSR SIB memberitahuku bahwa puisi-puisiku dimuat di Majalah Dunia Wanita. Waktu itu aku lagi sibuk-sibuknya mengurus surat SKBB ke Polres Siantar dan SKBD ke KORAMIL Siantar Timur karena untuk persiapan berangkat ke Banjarmasin karena diriku  diterima masuk Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin Kalimantan Selatan melalui PMDK. Maka kucarilah Majalah yang dimaksud rekan itu ke JL Diponegoro Pematangsiantar, di Toko BUku Pustaka Murni. Setelah kubaca bagian Profile Majalah itu, tahulah aku bahwa Majalah itu adalah Media Group dari WASPADA. Sungguh kekeliruan terbit yang menyenangkan hati. Maksud hati ke koran malah jadi ke majalah. Dan dari Daftar Redaktur di Majalah itu kutahu ternyata  Salah satu pengasuh ruang sastra di majalah Dunia Wanita dan Harian Waspada adalah Sdr Raja Mulia Nasution yg juga salah satu pemenang dalam Sayembara Menulis Puisi RRI Nusantara I dimana aku sebagai  Juara Harapan II. Dalam Pengantar Suratku ke Redaksi Harian WASPada pada ketika itu memang aku mengingatkan Sdr Raja Mulia Nasution bahwa kami sama-sama  pemenang sayembara Menulis Puisi RRI Nusantara I. Saya tidak tahu, apakah karena itu beliau memuat puisiku ini.di Majalah asuhannya. Silahkan anda baca puisiku ini



.LAKON

Bayi nangis
Tak tahu untuk apa
Kita jadi tertawa
Ada bundar-bundar gigi

Bayi tertawa
Tak tahu untuk apa
Kita jadi nangis
Malam hari ini berjaga
Datang rejeki
Dari tiang-tiang langit
Titipan ayahnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar