Rabu, 13 Agustus 2014

ASMARA DIMANA DERMAGAMU?



     


     Suatu ketika di Banjarbaru yang tahun 1987 sampai dengan 1990 masih sangat sepi (sekarang dipenuhi hotel dan rumah apik), seorang kawan karibku datang padaku minta dibuatkan puisi." Untuk apa?" kataku. Jawabnya untuk gadis yg ditaksirnya nun di Bogor yg sedang kuliah di IPB. Sahabat ku ini baik perangainya, baik jiwa penolongnya. Ketika kutanyakan bagaimana sosok dan rupa gadis itu, ternyata dari ceritanya yang panjang lebar, dapat kusimpulkan gadis itu pun kukenal karena temanku waktu Bimbingan Test di ‘Medica,’ Jalan Taruma Medan (walaupun sekolah asal SMA nya nun di Balige), sebelum aku dapat kepastian lolos tanpa test (PMDK) ke Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Gadis itu hitam tapi manis, sedikit pendiam namun tekun menyiratkan kecerdasan. Dalam beberapa Test Uji Kemampuan yang diselenggaran MEDICA, nilainya cukup baik termasuk juga nilaiku yang dapat dikategorikan bisa memilih jurusan favorit di PTN favorit. Karena teman akrab ku tak bisa dibilang banyak dan keakraban adalah sekuat persaudaraan, maka Maka kubuatkan puisi ini padanya dengan membayangkan dirinyalah aku yang sedang asmara. Menurutnya puisi tersebut sudah dikirimnya ke gadis itu.
      Inilah romantika remaja. Meski buta definisi, muda pengalaman, tapi pingin berpraktek dibarengi hasrat menggebu. Semua serba indah dan opmtimis. Laki-laki merasa paling gagah, perempuan merasa paling juwita merasa harus mengikrarkan janji walau sering bertindak dengan rasa takut-takut berani. Itulah cinta yang banyak melanda remaja sebagai naluri yang diberikan Allah. Pun seperti keberanian kawanku yang timbul meskipun ada Jarak Bogor-Banjarbaru, sejauh jarak keilahian mereka, telah membulatkan dirinya mengirimkan puisi kepada si gadis. Tapi asmara remaja tak selalu berjodoh yang diakhiri dengan perkawinan. Asmara remaja lebih kepada belajar a lif ba ta cinta kasih bagi yang dapat berpikir positif, jebakan nafsu buat yang sahwatnya tak bershalawat, dan bunuh diri buat yang putus asa. Tiga peristiwa ini ada menyertai asmara remaja, pemuda, pemudi yang belum akil balig memeteraikan masa depan. Karena seperti ujar Khahlil Gibran, perkawinan adalah persekutuan dua keilahian, sehingga butuh banyak pertimbangan, melewati banyak ujian dan rintangan, membutuhkan kerucut keyakinan untuk sama-sama menyatakan ‘ya” agar tidak berakhir seperti Siti Nurbaya atau Romeo dan Juliet atau bahkan seperti Rhoma Irama dan angel Lelga, atau Ustad Nur Iskandar yang kawin malam hari cerai di paginya.
      Dan temanku ini pun tidak berjodoh dengan perempuan yang dikirimnya puisi cinta monyet itu, karena cita-cita bercintanya memang belum sampai level kemampuan menyatukan dua keilahian baru selafal iqra apa itu ilahi, apa itu manusia. Beberapa tahun kemudian setelah kedewasaan mengingkatkan percaya dirinya, Nun, di Banjarbaru dia sudah bahagia dengan perempuan yang dikerucutkannya dalam suatu perjanjian keilahian. Tiga anak yang beranjak dewasa sudah menyertai hari-hari mereka.
    Tentu saat ini ada banyak remaja jatuh cinta. Dan juga para dewasa yang merasa sudah menggengam dunia dan kekuasaan. Bahkan ketua partai politik, bikrokrat tua bangka, gubernur boneka masih ada yang selalu merasa jatuh cinta. Ada politikus busuk tua bangka yang berhasil menggauli artis setengah pelacur dengan kata-kata cinta, atau calon artis yang merelakan apa saja kehormatannya untuk naik kelas dan juga berkata karena cinta. Ada pasangan artis yang selalu merasa cintanya suci walau sudah berkali-kali ganti suami atau istri. Ada juga orang kaya merasa jatuh cinta tetapi membeli anak ingusan dengan hartanya sembari berucap: ini sunnah!
     Karena cinta adalah seni yang terkadang menyangkut selera, sah-sah saja berargumen, tetapi ukuran keberhasilan cinta tak di mulut tapi harus dipertarungkan sampai menang di sepanjang usia hidup kita. Tetapi ada baiknya marilah kita bercinta dengan keyakinan menyatukan dua keilahian dan keyakinan dermaga berlabuh sudah kita temukan. Jangan pernah menyatakan perceraian adalah kehendak Tuhan seperti kata artis tukang kawin cerai. Karena Jodoh adalah karunia Tuhan, perceraian adalah keinginan diri, sifat kekanak-kanakan tak kunjung dewasa kata Samuel Mulia di Parodi Harian Kompas. Nafsumu yang menghasilkan perceraian, Tuhan adalah pemberi kekuatan di setiap perjuangan tulus. Karena cinta adalah berkorban sebagaimana Yesus telah menjadi kurban, bukan soal tercukupi sahwat, lipstick, ATM dan mobil, rumah, dan pemanjaanmu dengan dalih tanggung jawab lahir batin dasar statement.
      Inilah puisi tersebut yg juga mendapat apresiasi baik dari komentator Bung Fakhrudin di Radio Mercuclan Martapura


PEMUDA ZULKARNAIN PADA GADISNYA

Setelah lelah seharian
mengarungi samudera diammu
dan belum terpancang bendera kemenangan
pada bunga-bunga hatimu
tak ada kelopak melebar
lelah ini tetap saja tersisa
sebentar saja ijinkan aku berlabuh
di dermaga yang kau bangun entah untuk siapa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar