Kamis, 07 Agustus 2014

BERKARYA DAN BERPRESTASI






Suatu ketika di Tahun 1985, Sekretaris OSIS SMA Negeri 3 Pematangsiantar yang cantik jelita bernama Libertina Sembiring menyampaikan amanat buatku: "Bres, ada Lomba Cipta Puisi TK SMTA dalam Rangka Bulan Bahasa Tahun 1985 Se Sumatera Utara-Aceh. Tolong kamu ikut mewakili sekolah kita ya." Aku mengangguk setuju. Lalu di kelas aku mulai merenung dan mereka-reka arah mana puisi yang akan kugubah. Tapi ternyata menemukan intuisi tak bisa sesuka hati. Beberapa hari kucoba memikirkan tema, mencari refrensi dan mulai menuliskan kata demi kita, beberapa hari gagal dan untaian kata yg tercipta kurang sreg di hati.


Puisi berjudul Pidato di Lereng Bukit, baru bisa kutuntaskan 2 hari sebelum batas akhir pengiriman ke panitia.Aku ingat benar, aku mulai menemukan intuisi setelah aku tidur siang, bangun sekitar Jam Empat sore, ketika sesorang teman sekelas yg ngekos di rumahku asyk belajar di kamar kami. Lalu aku permisi ke dia untuk memakai meja yang dipakainya karena aku akan mengetik sampai malam hari. Tak ada keraguan lagi ketika aku selesai mengetikkan bait terakhir puisiku. Besoknya kuserahkan kepada Libertina Sembiring untuk mengirimkannya. 


Lalu surprise itu datang kurang lebih 3 Minggu kemudian, ketika Libertina Sembiring sang pengurus OSIS memberitahukan bahwa puisiku terpilih sebagai juara III, Besoknya para guru-guru bahasa Indonesia memujiku selangit dan menyuruhku bersiap-siap berangkat ke Medan untuk menerima Hadiah. Ketika Kepala Sekolah menanyakan apa ada ongkos ke Medan, kujawab ada dari Bapakku. Pulang dari Medan, Piala kuendapkan 2 minggu di rumah. Eh, para guru bahasa Indonesia menyangka aku dapat hadiah uang juga tapi ndak diberitahu ke sekolah. Terus kujawab, tak ada hadiah uang. Kakanwil Depdikbud Sumut Pak Soegijo malah berpesan agar aku menyampaikan kepada sekolahuntuk mengusulkan aku menerima beasiswa . Celakanya, Kepala Sekolah meminta agar Piala jadi milik sekolah walau mereka tak mengongkosiku ke Medan, padahal aku ingin menatap piala itu di rumah setiap hari. Aku benar-benar sakit hati kepada Sdr J Naiborhu Kepala Sekolahku itu, karena aku tak bisa menatap piala itu di rumahku lagi. Untunglah masih tergantung rapi piagam Juara III di dinding rumahku hingga kini sebagai penanda jalan berpuisiku.Inilah Puisiku itu, yang juga sudah kupentaskan bersama beberapa teman seperti Beslita Megawati Sianipar dan Hanna Manurung pada saat Pekan Seni SMA Negeri 3 sekitar tahun 1986?



PIDATO DI LERENG BUKIT

(Juara III Lomba Cipta Puisi Tingkat SMTA se sumatera Utara-Aceh dalam rangka Bulan Bahasa Tahun 1985)



Kamu semua adalah pewaris
Penghuni bukit-bukit cadas
Pastikan menerima wasiat
Sebelum kembali ke puncak

Kamu semua adalah anak-anak gunung
Penghuni gua-gua batu
Jangan bermimpi merampok kota
Rampoklah dirimu sendiri
Jadikan semangat
Merombak kamar-kamar berdinding tepas
Jangan takut dikatakan pengekor
Kita memang pengekor
Semua orang pengekor
Tanpa itu kita tidak tahu
Apa yang diajarkan ibu bapa

Kamu semua adalah serdadu-serdadu perkasa
Penjaga tanah nenek moyang
Berjagalah!
Lihat ke muka ke belakang
Barangkali ada yang tak kau kenal
Mengintai dari pohon ke pohon
Ia akan merampok tanahmu
Berjagalah!
Siapkan cangkul di tangan kananmu
Sisipkan ayat-ayat bsuci di balik baju
Musuh mati kau tanam sendiri
Musuh mati kau kotbahi sendiri
Musuh mati kuburnya jadikan ladang
Kita adalah serdadu-serdadu yang baik hati
Kita menghormati musuh
Tapi tanah air lebih penting

Kamu semua bukanlah pengemis
Kamu adalah orang yang punya keluarga besar
Jangan meminta-minta ke kampung orang lain
Makanlah garam hari ini
Besok kita petik panen
Makanlah ketela hari ini
Besok kita tumbuk padi
Minumlah air putih hari ini
Besok kita perah susu sapi

Itu adalah lebih baik
Tak perlu membawa hutang ke dalam kubur
menimpa anak-anakmu yang masih bayi
Tugas anakmu adalah membangun
mengukir guanya menjadi candi
bertatah berlian dan jalan beraspal beton
Itu adalah lebih baik
daripada ia tetap jadi peminta-minta
dari kampung ke kampung tetangga
Mengunyah harta sendiri adalah lebih baik
daripada menjadi budak tetangga

Kamu semua adalah anak-anak pahlawan
Jadilah pahlawan!
Bukan pahlawan yang mengintai
dari semak ke semak menerkam musuh
jadilah pahlawan membenteng bukit
dengan semangat dan jiwa yang bersatu
bersatulah!
Kamu adalah anak-anak yang disatukan
Dirikan tembok dan rumah-rumah
Dari hasil tanahmu sendiri
Itu adalah lebih baik
daripada mengikat perjanjian dengan tetangga
dan meminjam berton-ton batu
bersatulah!
Korek saja batu-batu di sungai
Dan angkut dengan pundak kalin
Itu adalah lebih baik
Sebab rumahmu
Milikmu yang benar-benar murni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar