Ada pepatah
negeri bule menyebut “No Gain Without Pain,” oleh bahasa terjemahan negeri ini berbunyi “Tiada
Hasil Tanpa Pengorbanan.” Maka proses yang kulalui untuk bisa mencatatkan
kenangan di Rubrik Khazanah Harian Media Indonesia Jakarta bisa kusebut
memerlukan cukup pengorbanan waktu dan kesabaran. Dari segi frekuensi email
yang telah terkirim, maka email ke Media Indonesia adalah yang terbanyak. Mematahkan
rekor email telah terkirim ke Harian Kompas. Dari segi gagal terkirim, baik
oleh karena full quota exceed atau karena Mail Adress Disconnected maka Email Media Indonesia inilah yang
mempunyai balasan reject dan Mailer
Daemon dari Yahoo. Karena begitu
banyaknya email gagal kirim yang
kulayangkan ke Media Indonesia, jumlah pasti pun sampai tak bisa kuingat.
Tetapi paling tidak saya pasti telah mencoba lebih dari 32 kali, dengan kalkulasi
selama delapan hari berturut-turut saya mencoba melayangkan email empat kali
sehari, yaitu pagi hari, siang hari, sore hari dan malam hari. Jika
masing-masing periode waktu tersebut saya mencoba satu kali, maka dalam sehari
minimal saya sudah berusaha 4 kali kirim. Dikali 8 hari maka minimal saya sudah
mencoba sebanyak 32 kali. Padahal pada tiap periode ada kalanya saya mencoba kirim 2-3 kali.
Mengapa saya
ngotot mengirim sebanyak itu? Selain karena tekad pribadi untuk mencatatkan kenangan,
juga oleh rasa penasaran mencari celah teknologi informasi. Dalam pikiranku tak
mungkin terus-menerus email tujuan penuh, pasti ada sedikit waktu yang dipakai
oleh pemilik email untuk membuang email terkirim yang sudah dianggap tak
diperlukan. Perkiraanku itu ternyata jitu. Sekitar hari Kamis di suatu hari,
satu emailku ternyata berhasil terkirim. Kenapa saya sebut satu, karena setelah
sukses yang satu tersebut, kembali emailku yang coba kukirim reject dan mailer daemon. Dan aku sungguh beruntung, pada Minggu dini hari
Tanggal 22 Januari 2017, ketika iseng saya membuka epaper Media Indonesia, pada
halaman 11 saya temukan namaku tertulis beserta tiga puisiku berjudul ‘Anak
Perjanjian’, ‘Tempo Doeloe’ dan ‘Katanya Bersekutu”. Jadi betullah
bahwa ‘Kesabaran’ itu adalah salah satu buah-buah roh menurut dogma kami. Salah
satu puisiku tersebut kusalinkan di bawah ini.
ANAK PERJANJIAN
kami
yang kecil tak sempat berkasta
himpunan
belulang alang-alang menjelang sirna
diganyang
angan-angan hampa senja
kau
dan guru terus memetakan haluan diri
kita
sekutu kembar identik mimpi
tapi
di padang kurusetra kaulah kendali
yang
tak boleh mati
secepat
benalu keinginan
genggammu
hebat memetik keniscayaan
nasib
kami tanpa tahta dalam barisan
liliput
terdepan berdahi penantian
diliput
untuk pengandaian
dan
secepatnya tumbal rajaman.
luput
dikocok tawa arisan
Medan, Januari 2017
Puisi yang keren, Pak. Tetaplah menginspirasi
BalasHapus