Ini kali kedua puisiku dimuat di Koran Pikiran Rakyat Bandung. Puisi pertamaku terbit pada tanggal 20 September 2015. Benar seperti kata Bre ku Marsten L Tarigan, ke koran Pikiran Rakyat ini harus rajin kirim tulisan secara periodik. Meskipun sudah pernah dimuat tahun 2015 tidak serta merta puisi yang kukirim selanjutnya langsung dimuat redaksi. Puisi berjudul 'PENUNGGU' ini adalah hasil pengiriman ke-4 setelah pemuatan pertama. Ada 7 puisi lainnya yang menyertai pengiriman puisi 'PENUNGGU'.
Dari kaca mataku selaku penulis puisi, ada 2 puisi dari 8 puisi yang kukirim ke email khazanah@pikiran-rakyat.com yang lebih kujagokan untuk layak muat. Puisi 'penunggu' kusertakan untuk pemenuhan kuota sekali kirim. Tapi, ternyata selera redaktur berbeda dengan seleraku. Dan itu kumaklumi mengingat puisi sebagai karya seni juga sangat dipengaruhi selera. Dan selera bergantung dari pengalaman hidup, referensi bacaan dan perasaan. Tiap orang bisa berbeda kadarnya dan memorinya.
Terlepas dari selera itu, aku tetap bersyukur atas pemuatan ini.
PENUNGGGU
tubuh setengah
perangai
mesti dirubuhkan lagi
wajah dicukil tak hendak
sempurna
menggeram tanda tanya
air mata tak berhulu
tanda seru
perihal tak terjamah sukar dilukis perasaan
di lingkar garis mukamu
benda pejal gagal ditafsir
jika rupamu tak mampu
ditakar
yang di dalam hati
manalah terjamah pikir
sedang aku mesti terlanjur mata
mengepaskan rasa
selera langit
tertinggi
menyergap sesembahan
berkala
kupecah berapa hatiku
jika kenyataan
kembali mengharu
di garis mula
menunggu.
29 Juni 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar