Tercatat tahun 2015 sampai dengan Februari 2015, sudah 4 kali Koran Suara Karya memuat Puisiku. Aku berterimakasih kepada Redaksi yang masih menyimpan arsip attachment puisi yang saya emailkan. saya pun sudah lupa pada pengiriman ke berapa puisiku yang dimuat tanggal 27 Februari ini. Tapi yang jelas puisi ini saya emailkan pada tahun 2015. Mungkin sudah lebih dari 5 bulan. Beberapa kali diksi sudah mengalami editan sejak pengiriman. Dan hasil editan tersebutlah yang saya sampaikan di blog ini.
CENDEKIA RANTAU YANG MEMUJA PIKIRANNYA
ada yang
memaknai mata angin ujung petuah semua langkah
arah cita-cita
berlari membekap tuah
suluh menerang pikirannya mengantar sampai ke timur
mencari cahaya, cahaya yang mesti disergap
menukang suram sejarah tua sejak moyang
bahan takjub handai tolan di atas kagum jaring pikiran
bertahun berburu cahaya tubuh masih gelap tanpa
gemerlap
tenggelam ke
kantung mata mau menambal jurang pencarian
tapi kalbu memastikan kenyataan menggelapkan
kobar pikiran
jelaga dari kepala menguap nisan sesal semangat redup
ikut ke sesat angin terhempas kitab terbaca
di delapan mata penjuru tertipu gairah menunggu
lupa berapa putaran bumi meraba azimuth yang sama
suluh pikiran tambah kerontang tertiup-tiup harap,
oleng digiring waktu
sesatlah notasi
ubun-ubunnya menafsir sebab
kenyataan mana mesti dibacakan bila bertemu jalan
pulang:
alibi kepada sepasang induknya yang susah-susah
mengeram
dari bibit setitik
menumbuhkan dua tangan
tapi tak mampu menggenggam cahaya
tapi tak mampu menggenggam cahaya
SEBAB-AKIBAT RINDU
: tuan JW
kau sangkakan sumpahku mudah khianat
pada rindu sepakat
bila persetujuan
ini makin enggan padamu dekat
bukan dukaku terpikat ke masa lewat
menyesali ketergesaan
mengikat itikad
tak pula sebab lupa menimang berat murni nyalimu
memikul sangsi yang kami bebankan sejak dulu
kutempuh semua akibat tak
berandai-andai
kupikir masa depan
mengangkatmu dari semua sengkarut
merelakan dengung lebah mengucap liar sengat
pada
jaring-jaring yang kita simpul erat
kubayangkan satu-satu kepercayaaannya
mengambang terpikat
kau ingat sebagai jerat bertuah
tapi
tanpa sesaji mana ada yang tak lapuk
di
silih berganti amuk dan tangis langit
seperti menanggalkan semua akibat tak berandai-andai
keyakinanmu sudah mengikatkan aku pada nubuat
maklumat mengiakan semua pasti berlalu cepat
satu sumpahmu akhirnya lebih tiga kali kau lumat-lumat
semangat telanjur meninggalkan bangkaiku ikut berkebut
lupa hakekat rindu kita dimana tertinggal merambat
hanya bimbang raut persekongkolan kau ingat-ingat
kau bilang bakal mimpi menyayat-nyayat
tak kau tanggalkan semua akibat berandai-andai
aku bersama rindu
masih diasuh sumpah
memandu harapan mulai sesat dan kau hilang langkah
jauh jarak persekutuan kita berjejak dibelah keluh
tergerus keyakinan perlahan meleleh
lalu kutanggalkan semua akibat berandai-andai
LIMIT MENUJU NOL
tiap-tiap sedihnya terbenam
ke mata lalu
orang
berkira darahnya luar biasa mengguling rindu.
jauh di celah mati
membesar bercak merangkak
membatui kemanisan menggerus perih
meniup-niup pekabaran kalah
di mata
satu-satunya yang pergi dari
lilit hati
disangka orang bilangan punah merangkum
suci
jauh
dari
negeri
terjamah menduga kekal
sembunyi
tapi pecah-pecah tubuh setelah waktu tiba mati
meremah muka,
memamah duka
sampai namanya mengembara
melewati tapal mati
orang
menyangka hentinya sempurna ke gigir
abadi
bercakap-cakap
melangit ringkih mengekalkan ha ha hi hi.
Melepas jangkar dari sauh bumi. sebaris gelap menanti-nanti seikat janji
dengan tanda apa nyali akan bersua taman atau makian
api
semua
raib dari hati
entah sembunyi
di
dasar mata
di
dasar mati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar