Sabtu, 27 Februari 2016

SUARA KARYA MEMUAT 3 PUISI TANGGAL 27 FEBRUARI 2016

Tercatat tahun 2015 sampai dengan Februari 2015, sudah 4 kali Koran Suara Karya memuat Puisiku. Aku berterimakasih kepada Redaksi yang masih menyimpan arsip attachment puisi yang saya emailkan. saya pun sudah lupa pada pengiriman ke berapa puisiku yang dimuat tanggal 27 Februari ini. Tapi yang jelas puisi ini saya emailkan pada tahun 2015. Mungkin sudah lebih dari 5 bulan. Beberapa kali diksi sudah mengalami editan sejak pengiriman. Dan hasil editan tersebutlah yang saya sampaikan di blog ini.





CENDEKIA RANTAU YANG MEMUJA PIKIRANNYA



ada yang  memaknai mata angin ujung petuah semua langkah
arah cita-cita  berlari membekap tuah
suluh menerang pikirannya mengantar sampai ke timur
mencari cahaya, cahaya yang mesti disergap
menukang suram sejarah tua sejak moyang
bahan takjub handai tolan di atas kagum jaring pikiran

bertahun berburu cahaya tubuh masih gelap tanpa gemerlap
tenggelam ke  kantung mata mau menambal jurang pencarian
tapi kalbu memastikan kenyataan menggelapkan kobar  pikiran 
jelaga dari kepala menguap  nisan sesal semangat redup
ikut ke sesat angin terhempas  kitab terbaca
di delapan mata penjuru  tertipu gairah menunggu
lupa berapa putaran bumi  meraba azimuth yang sama
suluh pikiran tambah kerontang tertiup-tiup harap, oleng digiring waktu
sesatlah  notasi ubun-ubunnya menafsir sebab
kenyataan mana mesti dibacakan bila bertemu jalan pulang:
alibi kepada sepasang induknya yang susah-susah mengeram 
dari bibit setitik  menumbuhkan  dua tangan 
tapi tak mampu menggenggam cahaya


SEBAB-AKIBAT RINDU
: tuan JW

kau sangkakan  sumpahku mudah  khianat
pada rindu sepakat
bila  persetujuan ini  makin enggan padamu dekat
bukan dukaku terpikat  ke masa lewat
menyesali ketergesaan  mengikat  itikad  
tak pula  sebab lupa  menimang  berat murni  nyalimu
memikul sangsi   yang kami bebankan  sejak dulu

kutempuh semua akibat  tak berandai-andai

kupikir masa depan  mengangkatmu dari  semua  sengkarut
merelakan dengung lebah mengucap liar sengat
pada jaring-jaring yang kita simpul erat
kubayangkan  satu-satu kepercayaaannya mengambang  terpikat
kau ingat sebagai jerat bertuah
tapi tanpa sesaji mana ada yang tak lapuk
di silih berganti  amuk  dan tangis langit

seperti menanggalkan semua akibat tak berandai-andai

keyakinanmu sudah mengikatkan aku pada nubuat
maklumat mengiakan semua pasti berlalu cepat
satu sumpahmu akhirnya lebih tiga kali  kau lumat-lumat
semangat telanjur meninggalkan bangkaiku  ikut berkebut
lupa hakekat rindu kita dimana tertinggal merambat
hanya bimbang raut persekongkolan kau ingat-ingat
kau bilang bakal mimpi menyayat-nyayat

tak kau tanggalkan semua akibat berandai-andai

aku bersama rindu  masih diasuh sumpah
memandu harapan mulai sesat dan kau hilang langkah
jauh jarak persekutuan kita berjejak dibelah keluh
tergerus keyakinan perlahan meleleh

lalu kutanggalkan semua akibat berandai-andai


LIMIT MENUJU NOL


tiap-tiap sedihnya terbenam ke mata lalu
orang berkira   darahnya luar biasa mengguling rindu.
jauh di celah mati membesar bercak merangkak
membatui kemanisan menggerus perih
meniup-niup pekabaran  kalah di mata

satu-satunya yang  pergi dari lilit hati
disangka orang bilangan punah  merangkum suci
jauh  dari negeri terjamah menduga kekal sembunyi
tapi pecah-pecah tubuh setelah waktu tiba mati
meremah muka, memamah duka

sampai namanya  mengembara melewati tapal mati
orang menyangka hentinya sempurna ke gigir abadi
bercakap-cakap melangit ringkih mengekalkan ha ha hi hi.
Melepas jangkar dari sauh bumi. sebaris gelap menanti-nanti seikat janji
dengan tanda apa nyali akan bersua taman atau  makian api

semua raib dari hati
entah sembunyi
di dasar mata
di dasar mati
           
                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar