Dari sejak bulan Februaril 2015 aku sudah mengirim puisi ke Harian Pikiran Rakyat Bandung. Sebulan tak ada berita, kukirim lagi puisi, sebulan lagi kukirim lagi. Beberapa bulan tak ada berita (barangkali 4 bulan lebih), aku mulai melupakan peluang puisi-puisi tersebut akan muncul di Koran Pikiran Rakyat. Tapi ternyata, Redaktur Pikiran Rakyat bukan manusia pelupa, bukan manusia pilih kasih. Mereka masih mengarsipkan puisiku dengan baik, mereka juga melakukan kurasi puisi dengan telaten. Kemarin Siang tanggal 20 September 2015, teman-teman di grup Sastra Minggu menginfokan, Bang Syafrizal Sahrun juga mengabarkan. Dan benar saja, ketika aku login ke epaper Pikiran Rakyat Bandung, terpampang satu puisiku berjudul PRABU LALU PRABU LALANG PRABU DATANG. Puisi itu merupakan satu dari beberapa puisi yang kukirim pada Email kedua kali. Inilah Puisiku tersebut
PRABU
LALU PRABU LALANG PRABU DATANG
abadikah negeri?
(Dari baginda, maharaja, duli Tuanku sampai
yang Mulia tersebut Agung
Prabu)
Engkaukah itu tuan berkunjung dengan abadi tanda masa
lalu?
bual jelata, memutar bundar kemudi pinisi bernyayi
mengabulkan janji
berlayar
malam hari dengan didong lagak lagu, berharap pagi tiba di pulau tepi.
padahal
janggutmu malam tiap malam masih berahikan darah
berguci-guci
Perempuan
mana yang tak kau timang, mertua mana
tak kau beli, bual laksamana
berbudi. hulubalangmu menghardik kami.
Katamu
kami sudah beranjak dari derajat kelasi
Ooo,
prabu, upeti mana yang mesti kami
janjikan lagi, kesabaran apa yang harus kuikhlaskan. lautan panjang kami pandang, dimana
cakrawala memanggul semangat?
terlanjur
kami setia, berpantang marah karena mahkotamu engkau Prabu.
tapi
mestikah kami mendusta dahaga,
mengingkari lapar, mengaminkan bekal tak di sini
memasung
raung-raung dalam timbul tenggelam buih. Gelap gulita sesunggukan.
bukankah
janjimu, kami bergilir makan malam denganmu
prabu baik hati?
tapi
perempuanmu bergantian bunting muda,
bergantian kenyang
di buritan. bilangan kami mengerdil. jauh menjamah kemudi.
Ladang, jagung, pepohonan dan kenari kau pundi-pundi
alasanmu bekal kita nanti di musim menggadai.
Prabu,
penanggalan ke berapa kita sepakat berbagi?
Sudahlah
berjanji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar