Sosok Buletin Jejak hanya berupa lembar printout dari printer komputer lalu dijilid dengan cara dihekter. Penggandaannya pun hasil urunan anggota Forum Sastra Bekasi. Buletin tersebut memang bukan cetakan mewah berupa offset dengan sampul mengkilat sebagaimana lazimnya bentuk majalah. Tapi kata pepatah kawanku Don't judge the book by its cover. Ya, meskipun sampul buletin tersebut bukan offset dan bukti terbit yang kuterima hanya berupa file pdf tetapi aku mengagumi buletin tersebut. Meski berbiaya terbitnya murah tapi isinya yang berupa cerpen, puisi dan esai sungguh bermutu. Penulisnya bukan sembarang penulis tetapi rata-rata penulis yang sudah menghasilkan antologi. Selain itu penulisnya sudah jamak berkarya di banyak koran, majalah di seantero media negeri ini. Mengapa isinya demikian berkualitas? Karena Dewan Redaksinya ternyata orang yang berkualitas mumpuni dan punya jejaring kesesusastraan terbentang luas seantero nusantara, bahkan ada yang manca negara.
Di bulan Februari 2015, puisiku sudah dimuat di Buletin Jejak Edisi 47. Tetapi berhubung Edisi 49/April 2015 adalah edisi puisi dalam rangka Ulang Tahun ke-4 Forum Sastra Bekasi dan Buletin Jejak sebagai wadah berkiprah Forum tersebut, maka kuberanikan diriku mengirim puisi ke redaksi meskipun nantinya dibilang kemaruk. Tergerak hatiku memberikan hadiah ulang tahun berupa puisi. Ada 2 puisiku pada edisi Ulang Tahun ini yaitu KUNCI CINTA dan PAYAU PENJERAT
Kunci Cinta
:
Rhonda Byrne
Kucoba
membakar sejengkal karat
dengan
bara cinta yang kau sebut sebut
memahat sebentuk kunci lancip
melepas cinta
pengap
di
pintu hatiku terkatup
kupanggil
semua daya yang kau pernah tandai setia
sebagai
kawan sekerja menanam harapan.
apa
daya kunciku patah tersekap pada lubang yang
liat
tenggelam
karam dalam gelap pekat
Kucoba
menyemai benih perasaan
pada kaki
pengembara bepergian
di
sungai darah yang ditatal penjagal
dalam
ceruk mata letih yang selalu kau dedah
berharap
terbangun jembatan penerimaan
di
hati cemburu yang lekas patah
selalu
saja burung burung pengintai memagutnya
sebelum luka turun temurun mengatup
tetap
merintih dengan perihnya
Rahasia
apa lagi yang mesti kurampas
permainan
mana lagi yang kau kupas
imajinasi
apa menghadang sesat biar kandas
aku
sudah mencinta tetapi jejak semakin
terkelupas
aku
berkali mengiba tetapi perampas merompak semakin rakus
di
negeri hatiku terkatup setiap kunci dengan lubangnya tarik menarik
setiap
itu pula cintaku tarik menarik, kupak berserak-serak
PAYAU PENJERAT
dari
mercusuar ini aku melihat jalan pikiranmu
tak bisa
lagi sembunyi
menyelinapkan
siasat di ketiak akar bakau itu
akalmu
berlarian di garis-garis pikiran
yang kau
cabangkan sengaja menarik pasang
menderu meruntuhkan perasaanku
demikian
lama sujud mengikut dalam genang yang
kau tabur
sungguh rasa
asin yang kau aduk dalam rendaman tapakmu
mengawetkan
kebebasanku terlalu lama percaya bidang
datar
kau hampar
sebagai gambaran satu rasa dan setia
seperti
pertemuan laut dan cakrawala
kau sebut
sebagai bandingan percintaan sepadan
aku
tersanjung pada pujian pengorbananku yang kau bisik
di tiap
nafasmu menghirup tubuhku terseret laut dari genggaman paluh
berulang
kali, lepas aku pada perhambaan laut,
perhambaan paluh yang kau persekutukan
mengekalkan
kepandaianmu sebagai payau penjerat yang hatinya terpikat
sekali
datang, sekali hilang, lekang tubuhku dari kesucian
tinggal
lumpur mengendap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar