Rabu, 14 Januari 2015

TIGA PUISI KU YANG DIMUAT HARIAN ANALISA


Pada Tanggal 14 Desember 2014 lalu, tiga puisiku dimuat harian Analisa Medan pada Rubrik Rebana asuhan Bang Idris Pasaribu. Tentu rasa senang menghinggapi. Bukan persoalan honor, tetapi kepuasaan batin karena hasil kontemplasi dari campuran pemikiran dan sublimasi pengalaman yang dipadatkan menjadi puisi dapat dishare pada banyak pembaca, khususnya peminat sastra.

Ketiga puisiku tersebut adalah: Sejarah Timotya, Pencari Tuhan Yang Sesat dan Yang Ingin. Adapun sejarah lahirnya puisi tersebut dapat kuungkapkan sebagai berikut:
'Sejarah Timotya' lahir dari peristiwa duka dalam keluarga lae (ipar) saya, adik lelaki istriku yang harus pupus harapan oleh karena anak yang didamba bertahun-tahun mangkat sebelum lahir. Ya, Mangkat hanya dua bulan satu minggu dari rencana manusia. Tapi Tuhan pasti punya rencana terindah yang lain buat lae kami tetapi harus diuji loyalitas dan ketabahannya menjalani hidup. Tuhan mau loyalitas dan kepasrahan itu harus meningkat dulu. Karena jasad Timotya sudah sempurna sebagai manusia maka dia berhak dicatat dalam sejarah kehidupan ipar saya meskipun menurut Adat Batak belum terbilang. Biarlah lewat Puisi keberadaan Timotya akan senantiasa tercatat tanpa harus di Akte Kelahiran.

Puisi 'Pencari Tuhan Yang Sesat' berawal dari fenomena betapa mudahnya untuk mengaku seorang ulama di negeri ini. Dengan membungkus tubuhnya dalam berbagai simbol-simbol agamis, maka jadilah dia seperti pembawa suara kenabian. Tak perduli Sosok berjubah ini mencampuradukkan hal politik dan duniawi yang gemerlap sebagai sandingan surga yang maha suci. Tak sedikit yang terpengaruh, bahkan ikut menebarkan kesesatan tentang hakekat Tuhan, hakekat Surga dan hakekat kasih dan rahmat.

Puisi  'Yang Ingin' lahir dari upaya menemukan pasangan hati yang bertahun-tahun dimohon dan dipinta kepadaNya, akhirnya terkabul pada 4 Juli 1998 pada sesosok Melvi Juliwaty Sinaga, S.Hut, MSi. Puisi ini mengalami sedikit pengeditan oleh redaksi. Kata-kata YANG pada tiap bait puisi dipotong redaksi. 
Inilah Ketiga puisiku tersebut:



SEJARAH TIMOTYA

Di batas semua ada
rahasia kita rapi terjaga
tak kusangka mula  alifmu tertunda
Di separo hidupku manusia
meski tak bergaris sempurna
dalam diam kata
rohmu terbilang nyata.
Sekalipun sekedip mata engkau ada
di ruang waktuku jelas kubaca, kubaca.
Engkau membawa tuahku sememangnya tua
di jengkal kita berjarak aku bertambah nama
bahkan dalam lara yg terpeluk ada
sedang engkau kutitip tanpa nama
Timotya
Timotya.
aku dahaga

Stella Maris Medan, 4 Agustus 2014
RIP Timotya


PENCARI TUHAN YANG SESAT

Nyatanya kebenaran sudah tertentukan sebelum percaya seluas apa pikir Tuhanmu. 
meskipun dengan raung dan tanda-tanda lahir terpetakan,  pengakuan mana hendak  kau mula 
jika tak tuntas bersapa salah.
lalu apakah dalam pikirmu:  Yang  tak bermula  awal dan bertanda akhir  bisa dimulakan 
dan dihentikan dengan panjang kata  dan titik henti iqra   setinggi dalilmu saja?
Lalu semua  najis mana  yang minta kau lepas dari banyak  rahasia kata raga
jika maumu  sedu mu saja yang  jujur bersahaja  berbalas pahala.
sementara  batasmu kau  takarkan  pada  batasNya tak berbatas
terlalu banyak kata cintamu lebih benar  bahkan  lebih  dari penyamun
yang   menyerah tangis tak perlu kata.
Duh, Serupa seperti moyangmu, jahatmu mengulang latah yang sama
membatas surga  pada besar silsilah keluarga
dengan sejarah  direka-reka
melarang Tuhan datang pada semua
dengan rupa
dan tanda berbeda.
           
Medan, 15 Agustus 2014


                         
YANG INGIN

Yang ingin kurampok dari hatimu
Hanyalah kasih sayang
biar jadi kaya segenap rasa hatiku
biar tercampak segala kemiskinan sukacitaku.
dan aku bisa lelap dalam kasih sayang

Yang ingin kubangun dari hatimu
adalah rumah harapan
biar hadir jendela kenyataan dalam diriku
biar tercampak segala petualangan
Dan aku bisa diam dalam rumah kasih sayang








Tidak ada komentar:

Posting Komentar