Di Sumatera Barat, anjing identik dengan binatang pemburu dan sangat lekat dengan tradisi masyarakat disana. Anjing tersebut dibesarkan dan dipelihara untuk menjadi anjing cekatan dan punya naluri mengendus binatang buruan, khususnya babi hutan yang dianggap sebagai hama bagi tanaman masyarakat. Ukuran kehebatan anjing tersebut adalah seberapa tajam hidungnya mengendus buruan, seberapa cekatan dia menangkap buruan, seberapa banyak buruan yang berhasil dilumpuhkannya. Anjing gagah berani ini akan disayang tuannya dengan cara diberi vitamin, telur ayam, daging dan makanan lainnya yang dipercaya dapat mempertahankan kegagahannya
Dalam keseharian pun masyarakat yang terbiasa memelihara anjing umumnya dilatarbelakangi niat untuk meningkatkan rasa aman hunian atau kebun atau peternakannya dari incaran pencuri atau rampok. Suara gongongan anjing minimal dapat membangunkan pemilik rumah sebelum rampok beraksi. Seseorang yang berniat menjarah rumah diharapkan lari terbirit-birit begitu mendengar geraman dan gonggongan anjing,, atau minimal mengurungkan niatnya karena takut gongngongan anjing tersebut akan membangunkan seisi kampung lalu mengepunya ramai-ramai. Apalagi kalau jenis anjing tersebut herder yang berperawakan tinggi, kuat, lincah dan gigitannya sangat berbahaya.
Pada skala yang lebih lembut, ada jenis anjing yang dipelihara sebagai sahabat anak-anak maupun orang tua. Anjing tersebut dapat menuntun anak-anak maupun orang tua sambil berolah raga di pagi atau sore hari. Anjing ini begitu lembut dan perhatian pada tuannya tetapi akan langsung siaga jika ada yang coba-coba mendekati tuannya dengan maksud jahat.
Namun pada sebagian kecil masyarakat mulai timbul kebiasaan memelihara anjing sebagaimana layaknya anak-anak memainkan bonekanya. Anjing ini dipermak sedemikian rupa, bulu dicuci dengan sampo mahal, diberi pita, di bawa ke salon bahkan dibawa tidur bersama tuannya di kasur empuk dan berpendingin udara. Anjing ini biasanya sangat sulit diharapkan menjaga tuannya dari kemungkinan diganggu preman atau rampok. Anjing ini hanya diharapkan sebagai luapan kemanjaan pemiliknya atau untuk menunjukkan tingkat status pemiliknya untuk dianggap sebagai kelompok 'high class', wanita sosialita atau artis papan atas. Dengan minim peran sebagai anjing penjaga kecuali sebagai penghibur, malah anjing ini justru membutuhkan biaya besar untuk memeliharanya. Bahkan lebih besar dari biaya hidup seorang manusia.
Namun pada sebagian kecil masyarakat mulai timbul kebiasaan memelihara anjing sebagaimana layaknya anak-anak memainkan bonekanya. Anjing ini dipermak sedemikian rupa, bulu dicuci dengan sampo mahal, diberi pita, di bawa ke salon bahkan dibawa tidur bersama tuannya di kasur empuk dan berpendingin udara. Anjing ini biasanya sangat sulit diharapkan menjaga tuannya dari kemungkinan diganggu preman atau rampok. Anjing ini hanya diharapkan sebagai luapan kemanjaan pemiliknya atau untuk menunjukkan tingkat status pemiliknya untuk dianggap sebagai kelompok 'high class', wanita sosialita atau artis papan atas. Dengan minim peran sebagai anjing penjaga kecuali sebagai penghibur, malah anjing ini justru membutuhkan biaya besar untuk memeliharanya. Bahkan lebih besar dari biaya hidup seorang manusia.
Ada orang yang kita harapkan dalam fungsinya mengawal hukum, memberi rasa aman pada masyarakat, mengendus ketidakberesan suatu lingkungan dengan cepat malah seperti kehilangan naluri curiga dan awas terhadap sesuatu yang patut dicurigai dan diamankan. Penampilan yang harusnya dia tetap jaga agar ramping, prima dan gagah malah semakin hari perutnya semakin membuncit, geraknya lamban dan maunya hidup dalam fasilitas nyaman dan malas bergerak ke sana-kemari untuk menjaga keadilan dan kebenaran ataupun menangkap buruan yg harus dikerangkeng.
Aku sering kecewa dan marah membaca berita di koran ada orang yang seharusnya menangkap orang malah ditangkap, Aku kecewa dengan oknum yang semakin banyak lupa diri sebagai pengayom masyarakat. Aku kecewa pada oknum yang seharusnya memberi rasa aman malah jadi sumber pembuat masalah. Bahkan ada satu berita koran yang menyebutkan ada kejadian pemerasan, gangguan dan intimidasi pada orang yang duduk-duduk di suatu taman padahal taman itu sangat dekat dengan kantor polisi. Maka aku mengungkapnya lewat puisi di bawah ini
ANJING LUPA DIRI
Anjing tengkurap dalam selimut tuannya,
Tak percaya rambutnya melawan gigil
bagaimana telinganya
mendengar jahat malam?
Anjing duduk, sebaris dengan tuannya
Mengunyah steak dan dan sosis
Bagaimana tubuh melawan liarnya serigala?
Anjing dan tuan asik bercengkerama
Tuan menjadikannya barang mainan
Anjing merasa pantas jadi manusia
Lupa awas dan curiga
Meninggalkan masa lalu binatang pemburu
Bagaimana ia mau menjaga malam?
Bahkan rumahnya diberaki anjing liar
Diapun masa bodoh
Perutnya kenyang,
Tidurnya nyenyak
Rumah tuan dan tetangga
Disatroni maling
Ekornya tetap berkibas ke kiri dan ke kanan
Batam, 17 September 2013
(Puisi ini telah terbit pada Harian Analisa Medan tanggal 2 Juli 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar